Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bus Listrik Berkembang Di Tengah Keterbatasan

Meski belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Dasep Ahmadi terus mengembangkan bus listrik yang diharapkan menjadi solusi keberadaan transportasi massa yang aman dan ramah lingkungan
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, Meski belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Dasep Ahmadi terus mengembangkan bus listrik yang diharapkan menjadi solusi keberadaan transportasi massa yang aman dan ramah lingkungan.

Pagi itu, Jumat (9/1), saya mengunjungi PT Sarimas Ahmadi Pratama & Partner di jalan Jatimulya 52, Kampung Sawah Cilodong, Depok, Jawa Barat. Di sana merupakan kantor riset dan pengembangan bus litrik yang telah dirintis Dasep sejak 2013 lalu.

Di bahu jalan di luar kantor tersebut terparkir dua bus ukuran sedang dan besar yang sekilas tidak jauh berbeda dengan bus kebanyakan. Akan tetapi, setelah saya tengok bagian mesin dengan ditemani seorang petugas, tampak jelas bus tersebut tidak menggunakan dapur pacu berbahan bakar minyak. Itulah bus listrik yang dikembangkan Dasep dengan nama produk Ahmadi.

Keinginan Dasep dalam membuat mobil sendiri sudah terlintas sejak dia berkuliah di jurusan teknik mesin ITB. Berbekal pengalamannya bekerja di grup pabrikan otomotif terbesar di Indonesia, serta bekerja di bidang yang sama di Eropa mendorong Dasep merealisasikan mimpinya itu pada 2007.

Awalnya, mobil yang dikembangkan Dasep bermesin satu silinder dan berbahan bakar minyak. Saat itu Dasep menyasar pasar angkutan seperti bajay. Kemudian pada 2012 dia mengkreasi mobil listrik kelas city car yang diberi nama Evina (Electric Vehicle Indonesia).

Namun kedua kendaraan itu sulit dipasarkan mengingat pasar sudah dikuasai pemain lama. Meski demikian dia mengaku, Evina hingga saat ini terus dikembangkan agar kelak jika sudah siap bisa dipasarkan. Oleh karena itu sejak dua tahun lalu Dasep mulai melirik bus listrik.

“Mobil biasa agak berat sebagai pendatang baru. Yang prospektif ya mobil listrik sebagai teknologi baru dan memiliki banyak keunggulan. Kami lihat yang bagus adalah bus litrik karena di kota besar butuh transportasi massa. Bisa jadi solusi kemacetan, dan polusi di perkotaaan,” katanya.

Dasep mengklaim teknologi bus listrik lebih ramah lingkungan karena nir emisi. Terkait limbah baterai yang kelak dihasilkan dia menjamin perusahaannya akan menampung sampah tersebut. Di sisi lain dia mengklaim bus listrik lebih aman. Dia mencontohkan beberapa kasus terbakarnya bus Transjakarta selama ini.

Menurut dia, bus listrik pun lebih ekonomis jika dilihat dari biaya perawatan. Produk tersebut tidak memerlukan oli mesin. Ada pun pelumas yang dipakai yaitu untuk transmisi dengan masa pakai 100.000 km.

Selain itu, bus listrik tidak memerlukan busi, filter udara, filter oli dan dan filter bahan bakar. Untuk V belt pun kendaraan jenis ini hanya memerlukan sedikit sehingga perawatan lebih murah. Untuk baterai produk Ahmadi menggunakan lithium dengan 4.000 cycle dengan life time 10 tahun.

Keunggulan lainnya dari mobil litrik adalah energi yang dikelurakan saat menanjak akan diambil kembali saat turun. Sederhananya, bus listrik dilengkapi mesin motor listrik dan bisa berubah jadi genrrator. Motor listrik itu digerakan oleh kontrol yang disebut inverter.

Kontrol tersebut memeroleh pasokan energi dari baterai. Ketika nanjak cara kerjanya dari baterai pasok ke kontrol dan dilanjutkan  ke motor. Ketika jalan menurun hal itu dibalik. Motor mengeluarkan energi listrik untuk di simpan ke baterai.

MEnurut Dasep, saat ini pihaknya baru mengembangkan dua jenis bus listrik yaitu berukuran sedang dan besar. Bus sedang menggunakan sekitar 100 baterai dan yang besar dua kalipatnya. Kapasitas baterai untuk bus sedang mencapai 64 kwh dan bus besar mencapai 130 kwh.

Bus tersebut memiliki jarak tempuh hingga 120 km dalam sekali mengisi baterai. Dan akan dikembangkan hingga 250 km tahun ini. Terkait infrastruktur pengisian baterai, Dasep menjamin tidak akan kesulitan dalam membangunnya karena akses terhadap listrik mudah dijangkau.   

“Infrasttruktur pengisian baterai sebenarnya mudah dan relatif murah. Kalau BBM dan BBG kan harus bikin. Listrik ada di mana-mana. Tinggal kita pasang charger-nya. Ada yang normal dan isi cepat. Jakarta katakanlah 30 stasiun pengisian cepat paling hanya Rp15 milyar,” ujarnya.

Pengisian baterai cepat bisa memakan waktu 20 menit. Sedangkan pengisian normal terdiri dari beberapa level, empat jam hingga tujuh jam. Sejak 2013 hampir 20 bus listrik yang sudah mengaspal dengan stasiun pengisian baterai normal. Bus listrik tersebut dimiliki oleh beberapa BUMN serta Kementerian Riset dan Teknologi.

Dasep mengaku, pihaknya bisa memproduksi sekitar 500 bus listrik per tahun. Target Dasep tahun ini perusahannya bisa memasarkan sekitar 200 unit bus. Pasar yang dilirik adalah instansi pemerintah, dunia pariwisata serta program transportasi massa pemerintah daerah.

Meski demikian Dasep tidak menampik jika produknya memiliki beberapa kekurangan. Harga bus listrik lebih mahal 30%-40% dari bus konvensional. Selain itu, bus listrik tersebut memiliki berat yang melebihi standardisasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

“Kami akan kembali mengajukan layak jalan kepada Kemenhub. Harusnya jika struktur rancang bangun bus tersebut aman, itu sudah cukup layak jalan. Bus kami lebih berat karena baterai,” ucapnya.

Dia pun mengatakan, kendala paling besar untuk mengembangkan bus listrik ada di pemerintah. Dasep menilai pemerintah kurang responsif terhadap karya anak bangsa dalam pengembangan teknologi tinggi.

“Pemerintah visi teknologi ke depan tidak kuat. Pemerintah seharusnya punya visi membangun industri yang saat ini tidak ada menjadi ada. Industrinya saat ini sudah hadir tinggal dorong supaya akselerasinya cepat,” katanya.

Selain itu, Dasep berharap pemerintah dapat merumuskan kebijakan dalam pengembangan bus litrik. Di sisi lain insentif perlu diberikan mengingat harga bisa ditekan untuk memperluas penetrasi pasar.

Meski demikian, menurut dia pihaknya tidak ma uterus bergantung pada pemerintah yang terkesan tak peduli. Strategi Dasep, pihaknya langsung mempromosikan bus listrik pada pemangku kebijakan lain seperti Pemda. Selain itu dia berencana membuka pasar ke negara tetangga yang peduli dengan teknologi terbarukan dalam transportasi. 

Di sisi lain, Direktur Industri Alat Transportasi Darat Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Soerjono mengatakan, pemerintah belum memiliki peta jalan dalam pengembangan industri mobil nasional seperti bus listrik yang dikembangkan Dasep.

Dia pun menyebut, sulit memberikan insentif bagi pabrik dengan skala industri yang tidak besar. Artinya, jika ingin mendapatkan insentif harus memiliki satelit industri yang mumpuni seperti industri komponen.

“Kami berikan kalau bisa membuktikan pendalaman struktur industri. Kami harus melihat dia memberikan keuntungan bagi pemerintah. Kalau dia bisa bangun satelit mereka bisa menggunakan bea masuk ditanggung pemerintah,” ujarnya.

Tampaknya sulit bagi perusahaan bus listrik yang dirintis Dasep jika

 syaratnya demikian. Pasalnya, bus litrik Dasep hanya menelan investasi awal Rp5 milyar. Saat ini perusahaan Dasep baru melibatkan 3 industri karoseri dan sekitar 20 perusahaan komponen sevagai satelit.

Padahal, seperti kata Dasep, pabrikan macam bus litrik yang digarap putra bangsa akan berkembang jika pemerintah jemput bola dalam membesarkannya bukan menunggu perusahaan tersebut tumbuh di tengah keterbatasan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper