Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Hasil Uji Efisiensi BBM Ayla

Astra-Daihatsu Ayla berplat nomor B 1083 VZW dan B 1965 VZW melaju di area Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, Senin (28/4/2014) siang, menempuh lebih dari 10 kilometer. Uji kendara ini difasilitasi Daihatsu Sales Operation kepada pewarta dan juru foto untuk membuktikan efisiensi bahan bakar minyak (BBM) mobil mungil tersebut.

Bisnis.com, JAKARTA--Astra-Daihatsu Ayla berplat nomor B 1083 VZW dan B 1965 VZW melaju di area Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, Senin (28/4/2014) siang, menempuh lebih dari 10 kilometer.

Uji kendara ini difasilitasi Daihatsu Sales Operation kepada pewarta dan juru foto untuk membuktikan efisiensi bahan bakar minyak (BBM) mobil mungil tersebut.

Kedua kendaraan bermotor roda empat yang hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) besutan Daihatsu itu memiliki transmisi berbeda. Ayla B 1083 VZW dilengkapi transmisi otomatis (matic) sedangkan B 1965 VZW manual.

Pedal gas KBH2 tersebut diinjak stabil kisaran 45 hingga 50 kilometer (km) per jam dalam lalu lintas lancar. Perlu dicatat pula, Ayla yang dipakai bukanlah barang baru dari pabrikan.

Hasilnya, Ayla matic menyedot Pertamax lebih sedikit ketimbang yang bertransmisi manual. Si matic berkapasitas isi silinder 998 CC menghabiskan seliter bensin untuk menempuh sekitar 31,667 km.

Saat pedal gas diinjak, Ayla matic tercatat sudah menempuh 7.631 km dan setelah tes kelar angkanya bertambah jadi 7.650 km. Artinya, KBH2 ini melaju sejauh 19 km cuma dengan 600 cc Pertamax.

Sedangkan saudara kembarnya, si Ayla transmisi manual 998 CC sudah menempuh 3.366 km sebelum test drive. Setelah pengujian rampung jarak tempuhnya bertambah 16 km menjadi 3.382 km.

KBH2 Daihatsu yang satu ini menghabiskan lebih banyak BBM, yakni 750 cc untuk menempuh 16 km. Akhirnya, disimpulkan si manual menghabiskan seliter bensin untuk kisaran 21,33 km.

Bensin yang digunakan saat pengujian adalah Pertamax alias BBM nonsubsidi dengan research octane number (RON) 92. Pertamina mengklaim motor gasoline tanpa timbal ini mampu membersihkan intake valve port fuel injector dan ruang bakar dari carbon deposit.

Dalam pengoperasian normal mesin bensin baru akan terjadi ledakan setelah campuran bahan bakar dan udara kena percikan api dari busi. Cara ini membuat ledakan terjadi di saat tepat sehingga menghasilkan tenaga mekanik terbesar.

Namun, kalau Anda menggunakan BBM dengan kadar oktan rendah bisa menyebabkan mesin meledak sendiri di akhir langkah kompresi. Ini disebabkan tabrakan antara ledakan BBM yang meledak sendiri dengan yang dinyalakan busi.

Dengan harga jual mencapai dua kali lipat BBM subsidi (Premium), Pertamax disebut-sebut bisa membuat kendaraan lebih bertenaga, relatif lebih hemat, rendah emisi plus bebas timbal (Pb). Dua poin terakhir, yakni rendah emisi dan bebas timbal inilah yang perlu dicermati lebih jauh dari sebuah kendaraan.

Timbal merupakan logam berat yang 95% sifatnya anorganik. Bagi kendaraan bermotor timbal sebetulnya bermanfaat untuk menambah nilai oktan bensin.

Sebagai bahan bakar dengan kualitas terendah, Premium diklaim bebas timbal. Untuk bahan bakar kacangan, bahan logam timah hitam yang ditambahkan ke dalamnya adalah tetraethyl lead (TEL). Residu dari timbal ini bisa melapisi katup sehingga secara umum cylinder head mesin bisa terlindung dari keausan dan resesi.

Kendati bersahabat dengan mesin tak demikian peran logam berat Pb (timbal) terhadap makhluk hidup. Timbal merupakan logam berat paling ampuh untuk urusan pencemaran udara. Logam ini ikut berkelindan bersama udara dalam berbagai bentuk, misalnya PbBrCl, PbBrCl.2PnO, PbCl2, Pb(OH)Cl, dan PbBr2.

Sebelum melanjutkan soal timbal dan BBM, perlu diketahui dulu bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan penjualan mobil baru bakal sentuh 1,3 juta unit pada tahun ini.

Sepanjang tahun lalu terjual 1,2 juta unit. Salah satu pendorong pertumbuhan ini adalah KBH2 seperti Ayla, Astra-Toyota Agya, Honda Brio Satya, dan Suzuki Karimun Wagon R.

KBH2 memang lebih irit bahan bakar sedikitnya 20 km per liter seperti yang terbukti pada Ayla.

Namun, dalam cakupan lebih luas perlu diingat semakin banyak populasi kendaraan bermotor berbanding lurus dengan volume konsumsi BBM. KBH2 seperti Ayla dan kawan-kawan sebetulnya tak didesain untuk menenggak BBM subsidi.

Semakin banyak bensin dibakar di ruang mesin otomatis emisi gas buang yang terlepas ke udarapun kian pekat.
Oke, kalau semua mobil dipastikan minimal tenggak Pertamax bisa menekan produksi timbal sedikitnya 60%.

Repotnya, kebanyakan kendaraan menyedot Premium yang kadar RON-nya hanya 88.

Jangan lupa, 90% pencemaran timbal di atmosfer berasal dari emisi gas buang kendaraan. Sekitar 10% timbal Pb menempel di tanah sampai 100 meter dari permukaan jalan, 45% mengendap hingga 20 km, 10% lainnya hingga jarak 10-200 km, dan 35% sisanya terbang ke atmosfer.

Berangkat dari kondisi tersebut, Pengamat Otomotif Senior Suhari Sargo lebih memilih agar BBM subsidi dihapuskan.

Setidaknya, pemerintah tak perlu repot dan habiskan biaya lebih banyak untuk pasang perangkat ini itu demi membatasi konsumsi Premium, termasuk mengecilkan ukuran lubang tangki bensin KBH2.

"Tinggal keberanian dan kesiapan pemerintah saja untuk menghapus Premium. Misalnya, dimulai dari kota-kota besar. Karena secara teknis bahan bakar ini tidak memenuhi standar," ucapnya kepada Bisnis, pekan lalu.

Untuk mengontol kadar gas buang kendaraan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mewajibkan produsen otomotif membuat mobil minimal berstandar Euro 2 dan Euro 3 untuk sepeda motor sejak 1 Agustus 2013. Tapi, penetapan European Emission Standar (Euro) ini seperti tak ada gunanya selama yang diminum tetap bensin murah.

Kendaraan berstandar Euro 2, kandungan karbon monoksida (CO) dalam gas buangnya maksimal 1,0 gram per km serta senyawa hidrokarbon plus nitrogen oksida (HC+NOx) terbanyak 0,7 gram per km, PM 0,14 dengan nilai RON hanya 88.

"Aturan KLH soal Euro, [harusnya mobil juga jadi Euro 3] dan itu harusnya pakai BBM RON 92 tapi kita masih RON 88. Langsung saja tiadakan Premium," ucap Suhari.

Ketentuan soal baku mutu emisi diatur dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no.141/2013 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi.

Mungkin sebaiknya KLH tak perlu tanggung-tanggung dengan masih mempersilahkan mobil tetap Euro 2.

Pasalnya, penetapan standar minimal di Euro 3 atau 4 merupakan salah satu upaya untuk menekan emisi gas buang. Di Indonesia, standar Euro 1 pertama kali diperkenalkan pada 1993, Euro 2 pada 1996, Euro 3 pada 2000,

Euro 4 pada 2005, dan Euro 5 pada 2008. Negara-negara Eropa sendiri akan memasuki Euro 6 pada September mendatang.

Peningkatan standar Euro untuk kendaraan roda 4 tak sekedar untuk mengurangi pencemaran atmosfer dari emisi tapi juga bisa menekan volume pemakaian Premium yang harga jualnya separuh jadi beban negara.

Catatan saja, kuota BBM subsidi dari pagu Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) 2014 ditetapkan 48 juta kiloliter.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper