Bisnis.com, JAKARTA—Kabar penaikan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) berupa kendaraan bermotor terdengar sejak tahun lalu. Pada Maret 2014, presiden menyatakan kebijakan ini akan diterapkan mulai April tapi hingga kini belum terlaksana.
Tarik-ulur wacana penaikan pajak tersebut membuat kecemasan pedagang mobil dan motor premium memasuki fase antiklimaks. Lantaran tak kunjung terlaksana, pebisnis seolah tak terlalu peduli lagi. Pasalnya, kondisi ini menimbulkan ketidakpastian bagi bisnis mereka.
“Para pelanggan sekarang sudah tidak percaya lagi bahwa PPnBM akan naik,” kata Darwin Maspolim selaku Chief Operating Officer PT Grandauto Dinamika (GD) kepada Bisnis.com, Kamis (10/4/2014). GD adalah agen tunggal pemegang merek (ATPM) Jaguar dan Land Rover.
Kendati demikian, PT Grandauto Dinamika tetap menjalankan strategi pemasaran barunya dengan memperbanyak impor mobil berisi silinder kurang dari 3.000 cc. Sebab, penaikan PPnBM kendaraan mewah dari 75% menjadi 125% dikhawatirkan menekan penjualan mobil >3.000 cc.
ATPM Land Rover dan Jaguar itu sengaja menggeser fokus penjualan ke produk di bawah 3.000 cc. Ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi penurunan penjualankendaraan yang kena penaikan pajak lantaran harganya melambung.
Prognosis GD, harga jual Land Rover yang kini berkisar Rp4,5 miliar dan Jaguar Rp1,3 miliar – Rp3,5 miliar akan melambung 35% - 40%. “Maka, kami sengaja menghindari penjualan mobil bermesin di atas 3.000 cc,” ucap Darwin.
Pada sisi lain, Irvino Edwardly selaku Chief Executive Officer PT Tiara Cahaya Otomotif, importir tunggal Maserati, berpendapat penaikan PPnBM bukan cara yang pas untuk menekan volume impor kendaraan mewah.
“Mobil mewah di atas 3000 cc jumlahnya saja kurang dari 1% dari total penjualan mobil nasional,” katanya kepada Bisnis. Dampak penaikan pajak penjualan tersebut dinilai akan lebih signifikan kalau diberlakukan untuk kendaraan impor bermesin kurang dari 3.000 cc karena populasinya lebih banyak.
Mobil mewah selain populasinya jauh lebih sedikit, karakter konsumennyapun berbeda. Peminat mobil premium tak seperti konsumen multi purpose vehicle (MPV) atau sport utility vehicle (SUV), mereka lebih mengutamakan driving pleasure dan tak jarang harga mahal bukan masalah.
“Kalau pajak naik tidak lantas orang berhenti beli Maserati lantas menggantinya menjadi 20 unit Kijang Innova. Mungkin harusnya yang dinaikkan pajaknya adalah mobil-mobil yang menjamur [seperti MPV, city car, atau SUV], sekalian bisa mengurangi macet,” ucap Irvino.
Tiara Cahaya Otomotif memprediksi lonjakan PPnBM akan mendongkrak harga jual Maserati sebesar 30%. Kenaikan harga 20% - 30% untuk mobil Rp200 jutaan mungkin tak begitu terasa. Tetapi, bagi barang mewah seharga Rp4 miliar – Rp10 miliar dampaknya akan lebih menohok.