Bisnis.com, JAKARTA --- Presiden Prabowo Subianto meminta kepada jajaran kementerian/lembaga untuk merevisi aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang lebih fleksibel dan realistis guna meningkatkan daya saing.
Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo di hadapan pengusaha, ekonom hingga akademisi pada acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Menurutnya, TKDN yang dipaksakan dapat berpotensi memicu penurunan daya saing industri. Meskipun dia mengakui kebijakan TKDN diberlakukan dengan niat baik dan demi kepentingan bangsa.
"Tetapi kita harus realistis, TKDN dipaksakan akhirnya kita kalah kompetitif. TKDN fleksibel saja lah, mungkin diganti dengan insentif," kata Prabowo dalam agenda Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4/2025).
Pakar Otomotif dan Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, revisi aturan TKDN di industri otomotif oleh pemerintah Prabowo menawarkan peluang strategis untuk meningkatkan investasi asing dan daya saing global. Meski demikian, ada juga ancaman di baliknya.
"Revisi TKDN harus diimbangi dengan langkah taktis agar Indonesia tidak terjebak ketergantungan impor, bahkan mematikan industri komponen tier 1 hingga tier 3 yang ada, sehingga berdampak PHK," ujar Yannes kepada Bisnis, Rabu (9/4/2025).
Sisi positifnya, menurutnya revisi TKDN akan membuat para investor baru mungkin lebih tertarik membangun fasilitas perakitan di Indonesia, jika mereka tidak terbebani target TKDN yang sulit dipenuhi dalam waktu dekat.
"Ini sangat menarik bagi pabrikan China seperti BYD, Geely atau Chery, yang ingin masuk pasar Indonesia tanpa harus membangun ekosistem komponen lokal dari nol. Mereka bisa memulai dengan impor komponen utama, misalnya baterai EV atau sistem penggerak, sambil membangun fasilitas perakitan," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pabrikan tersebut dapat lebih cepat memulai dengan investasi awal lebih kecil membangun pabrik perakitan berbasis CKD (completely knocked down) daripada produksi penuh, memanfaatkan insentif pajak dan biaya produksi yang lebih rendah.
Di lain sisi, dia juga menekankan bahwa revisi TKDN tersebut perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan terus dicermati prosesnya berdasarkan pemikiran jangka panjang yang berorientasi pada penguatan potensi sumber daya dalam negeri.
Sebab, dampak negatifnya dalam jangka pendek, jika tidak dibangun regulasi yang memastikan industri lokal terlindungi, ratusan perusahaan lokal tier-1 dan tier-2 yang memproduksi komponen otomotif bisa kehilangan pasar, terutama jika mereka tidak mampu bersaing dalam hal harga atau kualitas.
"Lalu, industri komponen lokal yang menyerap banyak tenaga kerja, sulit bersaing dengan komponen impor karena kelonggaran TKDN, industri lokal ini bisa kehilangan pasar, sehingga ujungnya berpotensi mengurangi produksi, PHK, hingga penutupan pabriknya," pungkasnya.