Bisnis.com, JAKARTA– PT Toyota Astra Motor (TAM) menanggapi soal banyaknya merek asal China yang merambah pasar mobil hibrida, baik hybrid electric vehicle (HEV) maupun plug-in hybrid electric vehicle (PHEV).
Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM), Jap Ernando Demily mengatakan, hal itu menandakan pasar mobil hybrid semakin berkembang dan berdampak positif bagi industri otomotif nasional.
"Kalau kita melihat dari perspektif industri dan market dampaknya cukup positif ya. Industri otomotif bisa berkembang dan menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal, sementara pelanggan mendapat opsi lebih banyak yang kemudian bisa menumbuhkan demand," ujar Ernando kepada Bisnis, dikutip Selasa (1/4/2025).
Menurutnya, secara langsung atau tidak langsung, hal ini juga menjadi tanda perkembangan industri otomotif nasional yang diawali dengan produksi lokal kendaraan Hybrid Toyota sejak akhir 2022 lalu.
"Meskipun sama-sama 'hybrid', tetapi secara teknologi dan product package yang ditawarkan masing-masing brand tentu berbeda ya," jelasnya.
Adapun, beberapa model hybrid andalan Toyota yakni Kijang Innova Zenix Hybrid dan Yaris Cross Hybrid yang telah diproduksi lokal dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga 80%.
Menurut Ernando, Toyota sudah memiliki paten internasional terkait teknologi Power Split Device (PSD) yang diaplikasikan pada seluruh model Hybrid Toyota untuk pengalaman berkendara yang lebih smart dan seamless.
"Sehingga pelanggan nantinya bisa memilih opsi kendaraan Hybrid yang sesuai dengan kebutuhan mobilitasnya masing-masing," katanya.
Merek China Rebut Pasar Hybrid
Perlu diketahui, Toyota sejauh ini memang masih mendominasi di segmen mobil hybrid (hybrid electric vehicle/HEV) di Indonesia. Kendati, pangsa pasar Toyota berisiko tergerus oleh merek-merek China yang mulai serius untuk menggarap mobil hybrid.
Pakar Otomotif dan Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai, dominasi Toyota di segmen hybrid akan terancam para pabrikan China seperti Aion, Chery hingga MG yang siap untuk memproduksi lokal mobil HEV maupun plug-in hybrid electric vehicle (PHEV).
Terlebih, pemerintah telah mengguyur insentif untuk kendaraan berjenis hybrid yang mendapat potongan PPnBM DTP sebesar 3% dari harga jual. Insentif itu termasuk model full hybrid, mild hybrid, dan plug-in hybrid yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025.
"Dominasi Toyota di segmen HEV di Indonesia terancam oleh merek China seperti BYD, Aion, MG dan Chery," ujar Yannes kepada Bisnis dikutip Selasa (1/4).
Menurut Yannes, produksi lokal dan insentif PPnBM 3% memungkinkan merek China menawarkan harga lebih rendah, sehingga menarik konsumen yang semakin kritis terhadap desain dan fitur yang unggul, serta sensitif terhadap harga.
Alhasil, persaingan ini mendorong inovasi dan penurunan harga, menguntungkan konsumen, tetapi juga menekan pabrikan besar Jepang seperti Toyota.
"Jika merek China terus meningkatkan kualitas dengan harga kompetitif, dominasi Toyota bisa tergeser, kecuali Toyota berinovasi lebih agresif dan memanfaatkan keunggulan layanannya," ujarnya.