Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengawas Keuangan merilis laporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah yang ditanggung pemerintah (PPnBm DTP) untuk kendaraan bermotor melanggar ketentuan.
Sebagai konsekuensinya, Kementerian Keuangan harus terus menagih sampai tak ada pemborosan keuangan negara.
Anggota Badan Pengawas Keuangan (BPK) Achsanul Qosasih mengatakan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih melakukan penelitian dan kajian lebih mendalam.
Jika memang ada kesalahan, maka wajib pajak (WP) penjual akan ditagih kembali PPN dan PPnBM lebih yang telah diberikan negara.
“Sehingga seharusnya apabila Ditjen Pajak melaksanakan mekanisme penagihan kembali, tidak terdapat pemborosan keuangan negara,” katanya saat dihubungi Rabu (29/6/2022) malam.
Achsanul menjelaskan bahwa pemeriksaan yang dilakukan BPK terkait pemberian insentif dan fasilitas penanganan Covid-19 pemulihan ekonomi nasional (PC PEN) terbatas pada pemeriksaan atas basis data pemberian. Mereka belum sampai pada dokumen pendukung.
Pemberian insentif PPnBM DTP yang diberikan melalui Ditjen Pajak kepada WP penjual sifatnya adalah penilaian diri sendiri atau self assessment.
Hal tersebut diberikan terlebih dahulu kepada WP. Setelah itu, Ditjen Pajak melakukan verifikasi atas laporan pemanfaatan oleh WP.
“Dalam hal dari hasil verifikasi dan pemeriksaan termasuk oleh BPK ditemukan pemberian insentif yang tidak layak atau sesuai, maka akan ditagih kembali melalui mekanisme perpajakan normal dengan diterbitkan ketetapan pajak disertai sanksinya,” jelasnya.
Berdasarkan laporan BPK, penetapan PPnBm bertujuan untuk melindungi pedagang kecil agar tidak tergerus oleh keberadaan pedagang besar yang menjual komoditas impor.
Mengacu pada regulasi, tarif PPnBM paling rendah 10 persen dan paling tinggi 200 persen. BPK lalu melakukan pengujian atas tarif PPnBM yang dilaporkan oleh pengusaha kena pajak (PKP).
“Dari hasil pengujian diketahui terdapat satu WP Penjual yang melaporkan tarif PPnBM sebesar 300 persen dan 400 persen dengan nilai total PPnBM sebesar Rp226.721.747.007,” tulis laporan.
Bukan hanya itu, BPK juga menemukan bahwa PKP melaporkan tarif PPN tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan UU No. 42/2009, ada beberapa besaran yang ditetapkan.
Tarif PPN adalah 10 persen. Nilai ini bisa berubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen sebagaimana diatur oleh PP.
Ada pula 0 yang diterapkan atas ekspor barang kena pajak (BKP) berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.
“Berdasarkan hasil pengujian, diketahui terdapat tiga WP penjual yang melaporkan tarif PPN sebesar 100 persen dengan total nilai PPN sebesar Rp430.201.489.115,” terang laporan.
Terkait permasalahan pemanfaatan insentif PPnBM DTP dengan tarif yang tidak sesuai ketentuan, Direktorat Jenderal Pajak telah menanggapi yang ditulis pula pada laporan BPK.
“Pada aplikasi efaktur, PKP dapat memilih tarif sesuai kondisi sebenarnya dan dibebaskan [karena referensi tarif terlalu banyak]. Namun, nilai PPnBM sudah secara otomatis dikalkulasi dari tarif yang dipilih oleh WP tersebut,” terang laporan BPK.