Bisnis.com, JAKARTA — Meskipun telah lama tidak berproduksi, merek mobil Timor belakangan menjadi sorotan. Pasalnya pemilik PT Timor Putra Nasional (TPN), Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto dan juga eks Direktur Utama TPN Ronny Hendrarto Ronowicaksono mendapatkan surat panggilan dari Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI).
Tommy adalah salah satu pihak yang terkait dengan BLBI. Hal itu sesuai dengan penetapan Jumlah Piutang Negara Nomor PJPN-375/PUPNC.10.05/2009 tanggal 24 Juni 2009 setidak-tidaknya sebesar Rp2,61 triliun.
Menilik sejarahnya, TPN merupakan perusahaan produsen mobil Indonesia yang beroperasi pada 1996 hingga 2000. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, TPN ditunjuk sebagai satu-satunya pionir mobil nasional untuk mengembangkan industri mobil dalam negeri.
TPN pertama kali dibentuk melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional. Inpres ini meminta Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk secepatnya mewujudkan industri mobil nasional.
Menanggapi instruksi tersebut, pemerintah pusat akhirnya menunjuk TPN sebagai pionir mobil nasional saat itu. Ketika pertama beroperasi, Timor menjalin kerja sama dengan Kia Motors untuk mengimpor sepenuhnya mobil-mobil Kia yang dirakit di Korea Selatan.
Saat itu Timor hanya bisa mengimpor mobil secara utuh dari Kia karena memang fasilitas perakitan di Indonesia yang belum memadai. Mobil pertama yang dibuat saat itu adalah Timor S515 yang diluncurkan pada 8 Juli 1996 di Jakarta. Mobil ini merupakan versi rebadge dari Kia Sephia.
Namun kehadiran Timor ini sempat menimbulkan protes dari kalangan industriawan Jepang karena pemerintah Indonesia dinilai tidak adil dengan produsen mobil asing di Indonesia.
Pasalnya, saat itu, Presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan yang menuntut produsen mobil asing untuk menggunakan 60 persen kandungan lokal jika ingin dibebaskan dari pajak impor. Padahal Timor sendiri mengimpor mobil secara utuh dari Korea Selatan dan mendapatkan hak istimewa berupa pembebasan pajak impor.
Protes hak istimewa ini pun dibawa ke World Trade Organization (WTO) oleh Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa. Alhasil, WTO pun meminta Indonesia untuk mencabut keputusan penghapusan bea masuk dan pajak barang mewah mobil Timor.
Pada 1997, produksi mobil Timor dihentikan akibat krisis moneter di Asia Tenggara yang berdampak terhadap Indonesia. Penghentian ini juga merupakan dampak dari lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepemimpinannya di tahun yang sama. Di sisi lain, Kia Motors pun mengalami kebangkrutan pada tahun yang sama dan dibeli oleh Hyundai pada 1998.
Kemudian di tahun 2000, Kia Motors sempat ingin menghidupkan kembali Timor dengan merestrukturisasi Timor Putra Nasional. Kia ingin menanamkan modalnya ke TPN tapi dengan syarat perusahaan harus bersih dari pengaruh Tommy Soeharto. Sayangnya rencana investasi tersebut tidak terealisasiKia menggunakan pabrik National Assemblers milik Indomobil untuk merakit mobil secara lokal.
Selama berkiprah di industri mobil lokal, Timor berhasil mendominasi pasar, tapi merugikan penjualan dan pangsa pasar pesaing. Bagaimana tidak, saat itu harga mobil Timor S515 hanya sekitar Rp35 juta, lebih murah dari Toyota Corolla sekitar Rp70 jutaan.
Pada semester pertama 1997, Timor bahkan telah menguasai 26 persen pangsa pasar mobil sedan. Hal ini membuat Ford dan Chrysler menarik investasi mereka dari Indonesia karena merasa produknya tidak mampu bersaing dengan mobil Timor yang disubsidi pemerintah.
Di tahun pertamanya, Timor berhasil menduduki peringkat 6 besar penjualan mobil di Indonesia periode 1997. Timor berhasil menjual sebanyak 19.417 unit, lebih besar dari Nissan yang hanya menjual 9.037 unit.
Sepanjang beroperasi, Timor sudah memiliki sejumlah produk mobil nasional yang pada saat itu sangat laris di pasaran. Misalnya Timor S515, S515i, S516i LE edisi terbatas, SW516i, dan prototipe Timor S2.