Bisnis.com, JAKARTA – Agresivitas agen pemegang merek (APM) merilis produk pada tahun ini dinilai sebagai upaya untuk menumbuhkan kepercayaan diri di tengah penurunan penjualan di pasar domestik.
Sepanjang Januari—September 2019, penjualan mobil tercatat menurun 12,03% secara tahunan. Berbagai faktor dari dalam dan luar negeri disinyalir menjadi penyebab penurunan penjualan tersebut. Namun, di waktu yang bersamaan APM gencar merilis produk baru untuk menumbuhkan gairah pasar.
Pengamat Otomotif Bebin Djuana mengatakan bahwa langkah itu juga merupakan strategi APM untuk menjaga kepercayaan diri industri otomotif. Menurutnya, apabila APM tak agresif mengeluarkan produk baru maka kepercayaan konsumen akan cenderung berkurang.
“Saat penjualan turun, terus kelihatan APM melemah, berdarah-darah, begimana keyakinan konsumen terhadap model itu akan muncul? Maka untuk membangun confidence terhadap brand tersebut adalah dalam kondisi seperti itu pun mereka masih bersemangat mengeluarkan model baru,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Dia menjelaskan dibanding tahun sebelumnya, penentuan waktu perilisan produk baru oleh APM mengalami sedikit perubahan. Biasanya APM lebih banyak melakukan hal ini pada semester I, tetapi kali ini hingga mendekati akhir tahun masih ada sejumlah merek yang akan merilis produk baru.
Salah satu penyebabnya adalah kondisi pasar pada semester I/2019 yang cukup tertekan lantaran faktor politik. Tingkat penjualan baru mulai meningkat ketika memasuki semester II/2019, seiring dengan meningkatkan stabilitas politik di Tanah Air.
“Karena masyarakatnya masih menahan diri, sampai dengan pelatikan Presiden kemarin. Sekarang saatnya, konsumen sudah butuh, dan sudah ada tambahan daya beli karena bonus akhir tahun dan sebagainya mereka akan cari model baru. Hal ini adalah karakter, kultur konsumen Indonesia, model baru itu punya daya tarik yang besar,” jelasnya.
Menurutnya berlalunya tahun politik dapat menjadi angin segar bagi industri otomotif nasional. Dia meyakini tahun depan penjualan akan terdongkrak pada tahun depan. Syaratnya, tidak ada guncangan dari kondisi global dan makroekonomi.