Bisnis.com, JAKARTA – Pabrikan otomotif kian gencar merapatkan aliansi sebagai langkah antisipasi menghadapi persaingan yang kian ketat serta tuntutan pengembangan teknologi baru.
Fiat Chrysler belum lama ini mengumumkan akan melakukan penggabungan usaha atau merger dengan PSA, pemilik merek Peugeot. Langkah ini diambil setelah Fiat gagal mencapai kesepakatan penggabungan usaha dengan rival PSA, Renault.
Gabungan pabrikan ini akan menjadi produsen otomotif terbesar ke-4 di Dunia, di belakang Volkswagen, Toyota, dan aliansi Renault-Nissan. Nantinya, Fiat Chrysler diuntungkan karena dapat mengakses platform kendaraan PSA yang lebih modern. Di sisi lain, PSA bakal turut menikmati cuan dari merek-merek Fiat Chrysler yang laris di Amerika Serikat, seperti Ram dan Jeep.
Tren penggabungan usaha dan akuisisi bukan barang baru di dunia otomotif global. Penurunan permintaan secara global serta tuntutan mengakselerasi pengembangan kendaraan terelektrifikasi membuat pabrikan harus merapatkan barisan.
Bahkan, pabrikan yang merupakan rival abadi seperti BMW dan Mercedes-Benz juga melakukan kolaborasi. Layanan Car2Go milik Daimler, pemilik Mercedes-Benz, dilebur dengan DriveNow, ParkNow, dan ChargeNow milik BMW menjadi Share Now sebagai langkah efisiensi pengembangan layanan mobilitas.
Direktur Komunikasi BMW Group Indonesia Jodie O’Tania menuturkan bahwa kolaborasi sudah menjadi kebutuhan para pelaku industri otomotif di dunia. Hal ini disebabkan oleh berubahnya peta industri otomotif secara global yang semakin terbuka dengan masuknya para pesaing baru.
Dia menjelaskan bahwa para pelaku industri otomotif saat ini bahkan tidak hanya bersaing dengan sesama sesama pemain di industri tersebut. Pelaku industri teknologi seperti Google misalnya, turut meramaikan persaingan di dunia otomotif dengan membuat mobil swakemudi bernama Waymo.
“Karena memang perubahan industri itu sudah sangat cepat, kita tidak lagi bisa hanya sendiri, kita harus kerja sama dengan banyak pihak tapi tetap bersaing secara sehat,” katanya kepada Bisnis pekan lalu.
BMW bersama Audi dan Daimler juga pernah bekerja sama untuk mengakuisisi Here dari Nokia pada 2015. Here merupakan layanan pemetaan berbasis jaringan navigasi berbasis internet. Langkah tiga merek mobil Jerman ini dilakukan untuk mengantisipasi biaya yang lebih besar jika mengembangkan teknologi itu secara swadaya.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa tren merger dan akuisisi sebenarnya sudah sering terjadi di dunia otomotif. Dia mencontohkan BMW yang pernah mengakuisisi Rover Group sebelum melepasnya kembali pada 2000.
Saat itu, lanjutnya, BMW belum memiliki teknologi untuk memproduksi mobil berpenggerak empat roda atau 4X4 berformat sport utility vehicle (SUV). Akuisisi ini kemudian memberikan akses bagi BMW untuk menggunakan teknologi dan platfom milik Rover dalam mengembangkan model itu.
Pabrikan Jepang juga tak luput dari penerapan strategi kolaborasi. Sebut saja langkah Toyota yang membeli pesaingnya di Jepang, Daihatsu. Toyota juga membeli dan menambah saham di Suzuki dan Subaru, sesama pabrikan Jepang.
Executive General Manager PT Toyota Astra Motor Fransiscus Soerjopranoto mengatakan bahwa faktor utama dalam akuisisi ataupun merger adalah kebutuhan untuk menekan biaya pengembangan teknologi kendaraan.
“Peta persaingan semakin ketat, dulu biaya riset dan pengembangan ini tinggi, sehingga lebih baik dibagi-bagi. Ke depan yang akan terjadi adalah adanya kebutuhan karena adanya teknologi baru di industri otomotif, ada connected car, ada autonomous,” katanya kepada Bisnis, Minggu (3/11).
Menurutnya langkah akuisisi dan penggabungan usaha juga dilakukan untuk memperluas pasar pabrikan otomotif. Contohnya, langkah Toyota saling membeli saham dengan Suzuki adalah upaya untuk meningkatkan penetrasi pasar mereka di India melalui pembentukan joint operation.