Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian berencana mendorong ekspor kendaraan niaga, dengan mendesak produsen memproduksi kendaraan berstandardisasi global yang diharapkan dimulai tahun ini.
Di sisi lain pelaku usaha baru mampu memproduksi kendaraan niaga bagi negara-negara berkembang. Sebabnya, standardisasi produk negara-negara berkembang tidak berbeda jauh dengan kebutuhan domestik seperti kualitas emisi euro 2.
Untuk itu, menurut Direktur Alat Transportasi Darat Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Soerjono, pihaknya akan bekerjasama dengan kementerian terkait. Dia meminta kementerian terkait diharapkan meningkatkan standardisasi bahan bakar yang saat ini masih euro 2.
Padahal permintaan jenis kendaraan di pasar di negara maju bisa mencapai standar euro 6. Meski demikian dia mengaku hal tersebut akan sulit dicapai dan harus dilakukan bertahap karena Kementerian Lingkungan Hidup baru akan mengupayakan standar emisi euro 4.
Kelak, jika standarnya sudah naik produsen kendaraan niaga terdorong memproduksi produk dengan kriteria bahan bakar di atas euro 2. Selain itu, Kemenperin pun akan meminta Kementerian Perhubungan untuk membuat regulasi yang lebih ketat untuk masa berlaku kendaraan niaga.
Hal itu diharapkan mempercepat regenerasi kendaraan niaga yang mendongkrak industri otomotif.
“Harus ada kerjasama lintas kementerian, kami menginginkan masa pakai lebih cepat sehingga industri meningkat. Komitmen menyediakan bahan bakar sesuai euro [di negara tujuan ekspor] agar tidak kerepotan memproduksi mana untuk ekspor dan mana untuk dalam negeri jadi one line production,” katanya baru-baru ini.
Merujuk data Gaikindo, setidaknya sejak 2010 hingga 2013 penjualan kendaraan niaga secara wholesales di luar segmen 4X4 selalu mengalami pertumbuhan. Pada 2010 jumlahnya mencapai 236.151 unit.
Setahun berikutnya naik 306.663 unit dan menjadi 353.891 pada 2012. Pada 2013 jumlahnya mencapai 370.107 unit. Tahun lalu jumlahnya menurun menjadi 348.015 unit, sedangkan Januari 2015 mencapai 29.504 unit.
Presiden Direktur PT Isuzu Astra Motor IndonesiaYohannes Nangoi mengatakan sedang melakukan pembicaraan terkait ekspor dengan prinsipal. IAMI sudah mempelajari ada dua kelas kendaraan niaga yang bisa diekspor, yaitu untuk pasar negara berkembang dan negara maju.
Untuk negara maju, kendaraan niaga didesain dengan tingkat emisi yang ketat seperti standar euro 5 atau 6. Dilengkapi dengan kontrol keamanan tinggi. Hal tersebut membuat harga menjadi lebih mahal dibandingkan dengan kendaraan niaga yang biasa dipasarkan di negara berkembang dengan standardisasi lebih longgar.
Oleh karena itu IAMI lebih fokus untuk menyasar pasar ekspor dengan tujuan negara berkembang. Keinginan untuk melakukan ekspor itu pun tak lepas dari pabrik baru Isuzu di Karawang, Jawa Barat, yang akan diresmikan pada April mendatang.
“Pabrik ini dibangun untuk mensuplai kebutuhan domestik dan ekspor ke negara berkembang mudah mudahan bisa cepat, akhir tahun ini atau awal tahun depan. Tujuannya belum bisa dibicarakan tapi negara berkembang seperti Indonesia karena akan susah jika ke negara maju,” ujarnya.
Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi hingga 52.000 unit per tahun dan dapat ditingkatkan hingga 80.000 unit seiring perkembangan pasar. Dari jumlah kapasitas produksi tersebut menurutnya tidak ditentukan secara pasti untuk keperluan ekspor.
BASIS EKSPOR
Di sisi lain Public Relations Department Head PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors Intan Vidiasari selaku agen pemegang merek Mitsubishi Fuso mengatakan pihaknya belum berencana melakukan ekspor.
Namun, tidak menutup kemungkinan Indonesia dijadikan basis ekspor karena populasi terbesar Fuso di Asia itu ada di Nusantara. Bahkan sinyal Indonesia dijadikan basis ekspor sudah ada tatkala perusahaan otomotif raksasa asal Jerman, Daimler, yang memiliki saham Mitsubishi global, tahun lalu telah membuka komunikasi dengan Kemenperin.
“Untuk ekspor ya dipelajari sama Fuso karena tahun lalu Daimler sudah datang dan ngobrol sama kementerian dan membicarakan kemungkinan itu. Hanya kapan waktunya itu belum ada,” ujarnya.
Dia menambahkan ada kemungkinan Fuso berstandardisasi global diproduksi di Indonesia. Hal tersebut seiring dengan akan dibukanya pabrik baru Mitsubishi di Karawang pada 2017 mendatang sehingga pabrik lama di Pulo Gadung akan difokuskan untuk kendaraan niaga.
“Nanti jika dikhususkan untuk truk saja pabrik di Pulo Gadung bisa memproduksi hingga 130.000 unit per tahun,” katanya.
Saat ini KTB mengimpor Fuso secara terurai (CKD) dari Jepang. Meski demikian Intan mengklaim tingkat kandungan lokal untuk beberapa produk sudah lebih dari 50%. Untuk menggenjot pasar kendaraan niaga bahkan tahun ini KTB akan meluncurkan 12 varian truk baru. []