Bisnis.com, JAKARTA—Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia menilai kendaraan low cost green car yang dipasarkan di masyarakat sudah sesuai regulasi pemerintah, khususnya dalam penganjuran penggunaan bahan bakar.
Peraturan terkait low cost green car (LCGC) tertuang dalam PP No. 41/2013. Tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. LCGC dalam penggunaannya diwajibkan”menengak” bahan bakar dengan spesifikasi research octane number (RON) 92.
Menurut Sekertaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Noegardjito, regulasi terkait LCGC di Tanah Air dibandingkan dengan negara lain semisal Thailand, sudah dikategorikan baik. Jika ada pengguna LCGC yang masih bandel karena mengkonsumsi bahan bakar bersubsidi, menurut dia, itu ada dalam ranah penegak hukum.
“Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga. Kalau masih ada masyarakat yang nakal, itu kewenangan aparat. Dibandingkan negara lain, regulasi LCGC di negara kita sudah 1.000% benar,” katanya keapada Bisnis, Kamis (11/9).
Dia mencontohkan, produk LCGC dari Toyota dan Daihatsu, yaitu Agya dan Ayla diproduksi dengan lubang nozzle yang kecil. Artinya, kedua produk tersebut akan sulit menggunakan bahan bakar nonsubsidi, yang biasanya didisalurkan melalui nozzle yang lebih besar di SPBU.
Hal tersebut diamini Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Rahmat Samulo. Menurut dia, pelaku industri otomotif yang memproduksi LCGC sudah sepenuhnya menerapkan regulasi pemerintah.
“Kebijakan dan regulasi pemerintah terkait LCGC sudah kami terapkan baik dalam spek kendaraan atau pun dalam penggunaan bahan bakar. Info terkait kami cantumkan di buku manual bahwa LCGC menggunakan bahan bakar kategoro RON 92,” ujar Rahmat kepada Bisnis.
Sebagai catatan LCGC dihadirkan industri otomotif sebagai solusi kendaraan murah berbahan bakar hemat. Kendaraan ini diwajibkan menggunakan bahan bakar RON 92 alias nonsubsidi. Kendaraan ini diharapkan menangkal gempuran kendaraan impor sejenis yang diprediksi akan membanjiri pasar otomotif kawasan Asia Tenggara pada saat masyarakat ekonomi Asean (MEA) diberlakukan.