Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan kebijakan agar produsen memproduksi kendaraan bermotor roda 4 yang hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) mengecilkan lubang tangki bensin sebagai bentuk insiatif dalam menyikapi polemik soal penyalahgunaan Premium untuk kendaraan pribadi.
Sejatinya, kewenangan untuk melarang maupun membatasi kendaraan pribadi termasuk KBH2 untuk menenggak bahan bakar minyak (BBM) subsidi ada di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tetapi, mengingat program KBH2 digagas Kemenperin maka kementerian memutuskan untuk menelurkan kebijakan tersebut.
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin Budi Darmadi kerap kali menjelaskan KBH2 sama sekali tak bisa dituding sebagai biang keladi atas potensi pembengkakan kuota Premium. Sebab, populasi kendaraan ini kurang dari 1% (sekitar 90.000 unit) dari total mobil yang beredar sekitar 10 juta unit.
“[Pengecilan lubang tangki bensin ini] usaha kami, inisiatif kami saja [dan produsen KBH2]. Orang ribu-ribut melulu padahal KBH2 kurang dari 1% populasi mobil. Sebetulnya semua kendaraan didesain untuk RON92,” tuturnya, di Jakarta, Kamis (17/4/2014).
Seperti diketahui, KBH2 alias low cost and green car (LCGC) mengkonsumsi seliter bensin untuk menempuh sekitar 20 kilometer (km). Sedangkan mobil non-KBH2 rerata 12 km per liter.
Denga kata lain, sebetulnya terdapat peluang efisiensi bahan bakar sekitar 60% BBM per unit KBH2. Kemenperin memperkirakan sepanjang tahun ini dengan asumsi produksi KBH2 150.000 unit terdapat pengiritan BBM sekitar 175,2 juta liter.
“Coba pakai angka secara logis, LCGC populasinya tak sampai 1% dan yang bukan 99%, tapi dibilang LCGC yang menghabiskan BBM subsidi,” ucap Budi.
Di sisi lain, pewajiban produsen KBH2 mengecilkan ukuran lubang tangki bensin juga sebagai bentuk respon secara moral atas surat dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bulan lalu yang mempertanyakan soal konsumsi bensinnya.