Bisnis.com, JAKARTA—Produsen truk kelas berat tak punya pilihan selain tetap mengandalkan pertambangan kendati bisnis di sektor ini belum membaik. Tren ini diungkapkan PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI) dan UD Trucks Indonesia.
Direktur Promosi dan Penjualan HMSI Santiko Wardoyo mengatakan target pasar truk kelas berat (heavy truck) kategori 5 tak bisa digeser dari sektor pertambangan. Sebab, spesifikasinya tak cocok dipakai di bidang lain seperti infrastruktur dan logistik.
“Kalau yang heavy duty truck kategori 5 tidak bisa digeser dari mining meski bisnis pertambangan sedang stagnan karena yang bergerak hanya pemain-pemain tambang besar dan sudah lama,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (29/3/2014)
Lemahnya sektor pertambangan tercermin dari proyeksi Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara terhadap harga batu bara tetap tertekan hingga 6 bulan ke depan. Pasalnya, Amerika Serikat dan Afrika Selatan melepas cadangan batubara ke pasar global. Alhasil, makin banyak coal beredar yang membuat harganya jatuh.
Namun, untuk segmen truk kategori 4, menurut Santiko, cukup prospektif karena bisa digeser ke sektor infrastruktur. HMSI mencatat adanya peningkatan pangsa pasar dari 60% sepanjang tahun lalu menjadi 64% selama 3 bulan pertama 2014.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat Hino bermain di 3 segmen, yaitu truk ringan (light truck), medium atau sedang, dan kelas berat (heavy truck). Pada setiap segmen terjual 2.569 unit, 1.037 unit, dan 1.598 unit selama Januari – Februari 2014.
Sepanjang tahun lalu, merek asal Jepang itu menjual truk dari pabrikan ke diler (wholesales) mencapai 34.207 unit. Jumlah ini berasal dari truk ringan 14.949 unit, medium 6.018 unit, dan 11.495 unit truk kelas berat.
“Kami tetap menjual truk berat 6x4 kategori 4 tapi sekarang lebih ke sektor konstruksi [daripada pertambangan]. Tapi, heavy duty truck masih tetap lemah, ini truk berbotor sekitar 33 ton hingga 35 ton kalau kategori 4 di bawah itu,” ujar Santiko.
Pelemahan bisnis di sektor mining mendorong perusahaan tambang mengencangkan ikat pinggang, salah satunya dengan menunda pembelian armada truk baru. Mereka cenderung mencari produk dengan jaminan layanan purnajual yang baik untuk memudahkan service dan maintenance.
Setali tiga uang dengan HMSI, UD Trucks Indonesia tetap menempatkan pertambangan tetap sebagai tulang punggung sales. Produsen truk kelas berat inipun memproyeksikan bisnis sepanjang tahun ini stagnan terhadap realisasi 2013.
“Sektor lain seperti infrastruktur [kontribusinya] tetap tak sebesar mining. Kalau kami geser fokus penjualan ke sektor lain, untuk mengeluarkan produk baru [sesuai kebutuhan konsumen di sektor itu] butuh waktu,” tutur Presiden Direktur UD Trucks Indonesia Pierre Jean Verge-Salamon kepada Bisnis.
Penjualan UD Trucks di Indonesia sepanjang tahun lalu mengalami penurunan sekitar 28,9% menjadi 2.476 unit pada 2013 secara year-on-year (YoY). Pelemahan bisnis pertambangan menjadi pendorong utama mengingat 50% produknya terserap ke sektor ini.
Tren penjualan UD Trucks terus menyusut selama 3 tahun terakhir. Pada 2011, produsen truk kelas berat asal Jepang ini menjual 4.495 unit. Sepanjang 2012 hanya terjual 3.484 unit dan semakin menciut pada tahun lalu hanya 2.476 unit.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat sejumlah 68 unit produk UD Trucks di kelas truk medium laku selama Januari – Februari 2014. Sedangkan di segmen heavy truck terjual 32 unit.
“[Fokus penjualan] kami di heavy duty truck dengan pangsa pasar sekitar 14% hingga 15% sepanjang tahun lalu. Saingan kami utamanya Hino, Mitsubishi, dan Isuzu, sesama merek Jepang,” ujar Verge-Salamon.