Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan agen tunggal pemegang merek (ATPM) kendaraan bermotor tak dapat memberikan garansi begitu saja atas penggunaan biodiesel 10% ke dalam solar. Pemerintah diharapkan mau memberi waktu khusus bagi ATPM untuk melakukan uji validasi sebelum kebijakan ini diterapkan.
Wakil Presiden Direktur PT Hyundai Indonesia Motor Mukiat Sutikno mengatakan butuh waktu sekitar 3 bulan untuk melakukan tes kandungan biodiesel 10%. Ini dilakukan untuk memastikan bagaimana pengaruh bahan bakar bakar terhadap performa mesin kendaraan.
"Mungkin uji biodiesel 10% ini kami akan validasi sampai jarak 20.000 hingga 25.000 kilometer. Dari situ baru kita bisa tahu efek residu, apakah tertinggal lumpur di mesin atau tidak," tuturnya kepada Bisnis, Rabu (4/9/2013).
ATPM tidak bisa memberikan gambaran apakah kandungan biodiesel itu akan mengganggu kinerja mesin atau tidak tanpa dilakukan pengujian terlebih dulu. Untuk itu pemerintah, Pertamina, serta ATPM perlu duduk bersama sebelum kebijakan ini diberlakukan.
Selama ini, imbuh Mukiat, banyak kendaraan bermesin diesel yang semestinya menggunakan bahan bakar pertadex. Tapi karena penyaluran BBM jenis ini belum merata maka biosolar tetap jadi primadona.
"Sebaiknya Pertamina mengundang ATPM untuk memberikan sampel biosolar denga biodiesel 10% itu untuk kami uji. Karena nanti dampak akhirnya kan ke konsumen," ujar dia.
Sementara itu, Direktur Aftersales Service and Technical PT Hino Motors Sales Indonesia Irwan Supriyono menyatakan pihaknya mendukung program penggunaan biodiesel 10%. Tapi Hino harus membicarakan ini lebih lanjut dengan prinsipal pusatnya yang berada di Jepang.
"Kalau selama ini solar pakai biodiesel 5% tidak ada masalah. Tapi kalau sampai 10% kami perlu konfirmasi lagi dengan prinsipal pusat Hino di Jepang untuk analisa lebih lanjut," ucapnya saat dihubungi secara terpisah.
Terkait kekhawatiran tambahan kadar biodiesel yang akan mempengaruhi kinerja mesin, menurut Irwan, imbasnya tidak seserius yang dibayangkan. Dengan campuran bahan bakar nabati (BBN) lebih besar kandungan air jadi lebih tinggi setidaknnya berpotensi menimbulkan karat pada mesin.
"Biasanya dengan biodiesel bertambah kandungan air lebih tinggi ditakutkan ada karat di mesin. Tapi kami sebetulnya selalu mendukung program pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM," tutur Irwan.
Mandatory bahan bakar nabati 10% untuk moda transportasi di Jawa, Bali, Sumatra, dan Kalimantan, mulai September 2013 bertujuan untuk menekan impor solar.
Semakin sedikit impor diharapkan defisit transaksi berjalan yang menekan nilai tukar rupiah belakangan inipun kian membaik. (ra)