Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) merasa sudah waktunya plafon harga KBH2 dirombak. Sebab, inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sekarang tak sama lagi dengan pertengahan 2013 ketika nilai Rp95 juta ditetapkan.
"Ada beberapa komponen yang masih diimpor. Saat penetapan plafon pertama dasarnya kalkulasi kurs sekitar Rp9.300 per dolar AS, sekarang sudah naik. Dulu biaya produksinya dihitung dengan indikator perkonomian lama," tutur Ketua Umum Gaikindo Sudirman M.R. menjawab Bisnis, Selasa (13/4/2014).
Gaikindo mengaku belum menyampaikan usulan secara khusus kepada ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoal revisi plafon harga ini. Konsentrasi untuk si mobil murah sekarang masih berkisar soal perubahan ukuran lubang tangki bensin.
Plafon Rp95 juta per unit sebelum pajak ditetapkan merujuk kepada inflasi dan kurs mata uang Garuda di pertengahan tahun lalu. Jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian sekarang angka tersebut agaknya perlu direvisi.
Sebelumnya, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin Budi Darmadi mengatakan revisi plafon harga KBH2 bertujuan menjaga margin keuntungan produsen. Sebab, ATPM yang bergabung dalam program KBH2 telah menanamkan investasi besar mencakup pembangunan fasilitas produksi mobil dan komponennya.
"Perubahan plafon harga dapat dilakukan kapan saja sesuai perubahan indikator ekonomi. Banyak faktor yang pengaruhi seperti jasa, bunga bank, logistiknya, sebagian terfleksikan dalam harga komponen. Dan ada juga komponen yang belum dibuat di dalam negeri," ujarnya.
Jika plafon harga Rp95 juta tak berubah dikhawatirkan mengganggu kegiatan produksi karena tak ekonomis. Pada akhirnya, mempengaruhi komitmen investasi para agen pemegang merek. Apalagi, setiap perusahan otomotif memiliki keleluasaan dalam memilih lokasi untuk menanamkan kapitalnya.
Hal tersebut bisa mengganggu realisasi pembangunan pabrik kendaraan dan komponen yang masuk dalam program KBH2 di tahun ke-3 dan ke-4. Sedangkan negara lain, Thailand misalnya, siap melambaikan tangan mengajak prinsipal otomotif berinvestasi di negara mereka.