Bisnis.com, JAKARTA—Program mobil hemat bahan bakar dengan harga terjangkau (low cost and green car/LCGC) menulai pro dan kontra sejak awal diterapkan. Salah satu kritik yang terus bergulir hingga sekarang terkait istilah green car namun tetap menenggak bensin subsidi.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menilai silang pendapat soal program LCGC sebaiknya merujuk kembali kepada aturan dasarnya. Sejak awal, Kementerian Perindustrian tak mengalokasikan kendaraan ini untuk mengonsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
“Masalahnya, LCGC keluar saat masalah konsumsi BBM subdisi [salah sasaran] belum dibereskan pemerintah. Ke depan, konsumsinya oleh kendaraan pribadi memang harus dibatasi,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (2/4/2014).
Alokasi BBM subsidi salah sasaran tak bisa semata memposisikan LCGC sebagai biang keladi. Sebab, sejatinya mobil pribadi tipe apapun selayaknya minum BBM nonsubsidi. Oleh karena itu, persoalan bahan bakar mesti diluruskan secara terpisah melalui kebijakan di sektor energi.
Adapun program mobil hemat bahan bakar dengan harga terjangkau harus benar-benar difokuskan untuk memperkuat industri otomotif di Tanah Air. Caranya, dengan memfokuskan pemasaran produk ini ke pasar global bukan semata untuk diserap konsumen domestik.
“Solusinya, jadikan Indonesia pusat produksi LCGC untuk ekspor, misalnya ke pasar Timur Tengah. Tapi, kalau orientasinya ekspor maka pengusaha harus mengembalikan keringanan pajak [PPnBM 0%] yang diterima,” jelas Destry.
Kini, baru Toyota dan Daihatsu yang telah memulai debut ekspor LCGC sejak Februari 2014. Agya dan Ayla yang dijual ke Pakistan dan Philipina menggunakan brand Toyota Wego.
Ketika mobil pribadi termasuk LCGC menggunakan bensin subsidi maka persoalan yang muncul lebih kepada unsur keadilan. Pasalnya, bahan bakar jenis sejatinya diperuntukkan bagi kendaraan pelat kuning bukan hitam ataupun merah.
LCGC sendiri mulanya diperuntukkan bagi pembeli mobil pertama dengan fokus pemasaran di luar Pulau Jawa. Kenyataannya, tak ada pengawasan khusus untuk menjamin pelaksanaan hal ini.
“Ini jadi agak dilematis. Kenyataannya banyak yang menikmati LCGC yang bebas PPnBM, pakai BBM subsidi, untuk komplementer. Artinya, melengkapi mobil yang sudah ada. Ini masalah keadilan saja,” tutur Destry.