Bisnis.com, JAKARTA--Bentuk antisipasi pemerintah provinsi DKI Jakarta terhadap ancaman kian parahnya kemacetan lalu lintas seiring masuknya low cost and green car (LCGC) dengan menambah armada angkutan umum, khususnya bus Transjakarta. Sayangnya, harapan untuk mendapat pengurangan pajak impor Transjakarta sulit terkabul.
Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Budi Darmadi mengatakan insentif pajak tersebut harus melalui pembahasan yang melibatkan sejumlah kementerian. Pihaknya tak berwenang untuk memutuskannya sendiri.
"Ini sedang dibicarakan bersama interkementerian, akan dibahas di Badan Kebijakan Fiskal. Lihat dulu permohonan pengurangan pajak itu ditujukan ke [pihak mana], Kemenperin hanya terima tembusan," katanya kepada Bisnis, Selasa (22/10/2013).
Interkementerian yang dimaksud di antaranya melibatkan Kemepenrin, BKF, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kementerian Perindustrian belum dapat memastikan kapan pembahasan soal opsi pengurangan pajak impor Transjakarta akan dilakukan.
Sementara itu, Direktur Industri Alat Transportasi Darat (IATD) Ditjen IUBTT Kementerian Perindustrian Soerjono mengeluhkan soal permintaan Pemprov DKI tersebut. Sebab, menurutnya, kalau ini diberlakukan justru akan menggerus kinerja bisnis produsen kendaraan komersil dalam negeri.
"Masa gara-gara DKI butuh bus terus harus menghancurkan industri truk dan bus nasional? Belum lagi industri karoseri juga akan gulung tikar," ucap dia.
Industri kendaraan komersil seperti truk dan bus di Indonesia sejauh ini hanya mengandalkan potensi pasar lokal. Ketika pajak impor alias bea masuk dikurangi atau ditiadakan maka produk impor akan membanjir sehingga melemahkan daya saing produsen di dalam negeri.
"Kalau satu-satunya yang kita punya [di dalam negeri] terus dilabar [produk impor] ya bisa-bisa tutup industrinya dan pindah ke negara lain," tutur Soerjono.