Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, BANDUNG—Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI) Regional Jawa Barat mengungkapkan perusahaannya masih belum terkena dampak dari tertekannya nilai mata uang rupiah terhadap kurs mata uang asing, khususnya dollar Amerika Serikat.

Pengaruh depresiasi rupiah ini dinilai akan dirasakan oleh setiap industri termasuk agen tunggal pemegang merek yang masih memiliki ketergantungan terhadap produk impor.

Regional Head Jabar Isuzu Astra International Yohanes Kurniawan mengungkapkan pada Isuzu sendiri kandungan setiap konten lokal dan konten impor berbeda-beda, tergantung pada setiap produk.

"Misalnya produk pikap, Isuzu minibus, Panther, dan truk ringan sudah menggunakan lokal konten yang cukup tinggi sekitar 50%-60%," katanya kepada Bisnis, Senin (2/12/2013).

Menurutnya, sebagian besar konten dari produk Isuzu memang masih diimpor dari negara lain, yaitu Jepang yang artinya menggunakan mata uang yen bukan dollar AS.

Tidak hanya itu, Isuzu juga masih menjadikan produk D-Max yang merupakan produk impor dari Thailand sebagai produk unggulan.

"D-Max yang kami impor utuh ini juga masih diambil dengan menggunakan mata uang yen dan sejauh ini yen terhadap rupiah masih cukup stabil seperti sebelumnya."

Namun, Yohanes tidak mengelak tekanan angka rupiah dari dollar AS ini pasti juga berdampak terhadap perusahaannya.

Menurutnya, meskipun banyak konten yang diimpor dari Jepang dengan mata uang yen, Isuzu juga tentu masih mengambil barang dari negara lainnya dengan mata uang dollar AS.

Perusahaan, katanya, tentu tidak dapat menghindari peningkatan pengeluaran seiring semakin meningkatnya harga konten tertentu.

Dia mengatakan yang semakin dikhawatirkan oleh perusahaan adalah ketika yen akhirnya dapat ikut menguat terhadap rupiah karena melihat kondisi dollar tersebut yang terus bertahan.

Yohanes mengungkapkan jika yen juga ikut menguat seperti dollar sehingga berimbas pada harga produksi yang meningkat, maka tidak menutup kemungkinan perusahaan juga akan melakukan koreksi harga yang sesuai.

Akan tetapi, tentu koreksi harga tersebut juga akan disesuaikan dengan kondisi pasar karena dikhawatirkan ketika harga melonjak di saat pasar tidak stabil, kondisi tersebut justru akan menekan volume penjualan kendaraan.

"Jika pasar tidak stabil dan harga produksi meningkat tidak terlalu tinggi, perusahaan mungkin akan lebih memilih mengurangi margin dibandingkan dengan menaikan harga," ujarnya.

Dia menambahkan kecuali biaya produksi meningkat tajam, perusahaan mungkin terpaksa harus menaikan harga atau menyesuaikan kembali.

Sejauh ini, Isuzu Jabar sudah mencatat penjualan yang sesuai dengan target yang sudah ditentukan yaitu sekitar 1.900 unit dalam sejak awal tahun.

Pertumbuhan ekonomi di Jabar sekitar 5% memproyeksikan bahwa pangsa pasar produk Isuzu sebagai kendaraan komersil juga masih tetap stabil.

Menurutnya, pada 2013 ini perusahaan menargetkan sekitar 2.000 unit dapat terserap oleh pasar atau meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 1.865 unit.

Sementara itu, agen tunggal pemegang merek lain PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) sebelumnya mengungkapkan perusahaannya tentu merasa terpengaruh terhadap melemahnya angka rupiah mengingat masih terdapat cukup banyaknya konten lokal yang digunakan pada setiap produk Suzuki.

 

Salah satunya juga untuk produk low cost green car (LCGC) yang saat ini dicoba untuk menjadi salah satu produk unggulan.

Managing Director SIS Seiji Itayama mengungkapkan pada produk LCGC Suzuki yaitu Karimun Wagon R sendiri, penggunaan lokal konten belum terlalu besar atau hanya sekitar 40%.

"Pengunaan lokal konten hingga 80% merupakan kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi dalam waktu 5 tahun ke depan," ujarnya.

Beberapa komponen yang terbuat seperti dari besi, alumunium, dan kaca merupakan produk impor.

Namun, SIS sebagai ATPM produk Suzuki yang memproduksi LCGC, juga dituntut untuk tetap menjaga harga produknya sehingga tidak lebih dari Rp95 juta. "Tidak seperti produk lainnya, perusahaan tidak biosa naikan harga produk LCGC ini. "

Untuk mengakalinya SIS mencoba memaksimalkan kapasitas produk kendaraan mereka yang diekspor ke berbagai negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ria Indhryani
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper