Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Garansindo Berharap Pada Jeep

PT Garansindo Inter Global masih mengandalkan produk Jeep sebagai tulang punggung penjualan tahun ini, saat pasar melemah karena pelambatan ekonomi
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, JAKARTAPT Garansindo Inter Global masih mengandalkan produk Jeep sebagai tulang punggung penjualan tahun ini, saat pasar melemah karena pelambatan ekonomi.

CEO Garansindo Group Muhammad Al Abdullah mengatakan, pihaknya berharap pada produk Jeep karena merek asal Amerika Serikat tersebut memiliki konsumen yang loyal di Tanah Air.

“Saat ini tidak bisa dipungkiri Jeep jalan karena loyalitas brand  ini back bone, harga naik orang tetap beli. Jeep punya pasar yang cukup setia, penurunan ada karena dari pencinta Jeep itu ada first buyer mereka nahan pembelian,” katanya, Minggu (4/10/2015).

Saat ekonomi melambat dan pasar lesu, dia menyebut untuk mengatrol penjualan pihaknya telah melakukan berbagai macam strategi seperti diskon, insentif bunga ringan, hingga paket penjualan. Akan tetapi dia menilai ada strategi yang lebih ampuh, yaitu menyasar komunitas pecinta Jeep.

Jeep memiliki kontribusi besar bagi Garansindo selaku pemasar mobil lain seperti merek Fiat, Alfa Romeo, Chrysler dan Dodge, karena kesetiaan kosumennya. Merujuk data terakhir Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil Garansindo pada delapan bulan pertama tahun ini mencapai 267 unit.

Jumlah tersebut diraih dari penjualan Chrysler sebanyak 2 unit, Dodge 57 unit, Jeep 182 unit dan Fiat 26 unit. Dari penjualan Jeep itu, varian Wrangler mendominasi penjualan dengan jumlah 151 unit, sisanya adalah Grand Cherokee dan Compass.

“Jeep punya potensi di komunitas. Akhirnya kami “serang” komunitas dan kami support,” ujarnya.

Kenaikan Harga

Di sisi lain, Garansindo pun rencananya bulan ini akan menaikan harga jual pada rata-rata kisaran harga Rp50 juta hingga Rp100 juta. Pihaknya harus melakukan hal tersebut karena rupiah yang semakin terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat.

Pria yang akrab disapa Memet tersebut mengakui, hal ini menjadi tantangan terbesar bagi agen pemegang merek seperti Garansindo. Sebabnya, semua jajaran produk yang dipasarkan pihaknya diimpor secara utuh (CBU), yang harganya langsung terdampak penguatan dolar terhadap rupiah. 

“Ini menjadi buah simalakama bagi pelaku usaha khususnya dengan produk CBU. Di satu sisi harga harus naik saat minat beli menurun karena pelambatan ekonomi,” ucapnya.

Dia menyebut, pihaknya belum lama ini sempat manaikan harga jual pada rata-rata kisaran harga jual Rp20 juta. Hal itu dilakukan sebelum motor show dihelat pada akhir Agustus lalu. Dia menyatakan, kanaikan harga yang ditempuh bulan ini disesuaikan dengan kisaran hingga Rp14.800 per US$1.

Memet mengklaim, kenaikan harga saat ini sebenarnya belum sepenuhnya disesuaikan dengan besarnya kisaran rupiah yang terdepresiasi. Secara internal pihaknya masih memberikan subsidi pada penyesuaian harga tersebut.

Saat ekonomi melambat, pihaknya menilai, konsumen kendaraan CBU macam yang dipasarkan Garansindo cenderung menahan pembelian. Konsumen disinyalir menunggu hingga nilai tukar rupiah relatif stabil.

Di sisi lain Memet meyakini hal ini bersifat sementara, dan pasar diharapkan kembali pulih tahun depan.

“Konsumen bukan tidak ada duit, mereka cenderung menhan pembelian dan ini terjadi di semua konsumen mobil premium karena mereka masih impor. Kami berharap tahun depan stabil lagi karena tampaknya tahun ini konsumen kaget melihat kondisi ekonomi,” tuturnya.

Ditanyai terkait proyeksi pencapaian penjualan sampai akhir tahun Memet tidak menjawab pasti. Menurutnya saat kondisi ekonomi melambat dan daya beli menurun, pihaknya kian sulit memprediksi jumlah penjualan.

Raihan penjualan periode Januari-Agustus tersebut menurun drastis dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 890 unit. Penurunan penjualan tersebut terjadi selain karena rupiah yang melemah, disebkan pula oleh kenaikan PPnBM dan bea masuk mobil pada tahun lalu.

 Memet menilai, seharusnya pemerintah tidak menaikan PPnBM dan bea masuk karena kebanyakan mobil premium belum diproduksi di Indonesia. Padahal, jika kenaikan PPnBM dan bea masuk tidak terjadi, pasar mobil CBU seperti pihaknya tidak akan merosot tajam.

“Jika penjualan bagus pemerintah masih mendapat pemasukan dari pajak lain, dan akan lebih besar dari PPnBM dan bea masuk yang dinaikan karena menghambat penjualan. Seharusnya, saat buat regulasi pemerintah berpikir layaknya usahawan dan lebih teliti,” ucapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper