Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gaikindo Harap Pemerintah Lindungi Baja Otomotif

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia mengungkapkan kekhawatiran adanya pengenaan bea masuk baja impor yang merupakan material bagi industri otomotif.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia mengungkapkan kekhawatiran adanya pengenaan bea masuk baja impor yang merupakan material bagi industri otomotif.

Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Noegardjito mengharapkan kebijakan pemerintah yang akan menaikan bea masuk baja impor memerhatikan kepentingan industri otomotif. Dia menilai saat ini pelaku industri otomotif masih tergantung baja impor yang didatangkan dari berbagai negara.

Pernyataan itu berkaitan dengan keinginan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang tengah menyiapkan kebijakan pembangunan industri baja hilir. Kebijakan tersebut menyusul keputusan Kementerian Keuangan yang menyatakan telah menandatangani beleid penaikan tarif bea masuk most favourable nations dari 0%-5% menjadi batas bawah 15%.

Baja MFN merupakan impor yang dilakukan dari negara asal non perjanjian perdagangan atau non FTA (free trade agreement), antara lain negara-negara Eropa dan India. Selebihnya, seperti Jepang dan China masih merupakan pemegang FTA.

Meski tak menyebutkan mayoritas negara asal baja impor industri otomotif, Noegardjito memandang harus ada perlindungan bagi baja yang digunakan. “Sampai saat ini baja spesifikasi khusus untuk otomotif belum diproduksi di Indonesia,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (28/5/2015).

Dalam industri otomotif, baja impor masih tetap diandalkan, sebab dari sektor komponen hingga beberapa material pembuatan mobil, masih bertumpu pada baja impor. Bahkan, untuk komponen, dibutuhkan sedikitnya 50%-55% bahan baku baja impor, sedangkan material tersebut memakan sekitar 70% hingga 75% total biaya produksi.

Selain itu, Noegardjito pun menilai perlindungan bagi industri otomotif mutlak dibutuhkan karena tengah menghadapi kelesuan pasar domestik. Hingga April tahun ini, tingkat penurunan telah berkisar 16% dibandingkan periode sama tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Kahfi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper