Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI OTOMOTIF: Menjaga Geliat Saat Kontraksi Ekonomi

Di sela-sela Ekspedisi Navara Ke Tanah Rencong [20-24 Mei dinihari], yang melintasi medan yang ekstrim dan di pekatnya malam, saya berbincang dengan General Manager Marketing Strategy dan Product Planning Nissan Motor Indonesia (NMI) Budi Nur Mukmin. Lelaki yang doyan fotografi ini, seperti berkeluh kesah tentang kondisi ekonomi global dan Indonesia, yang terasa kurang asyik bagi industri otomotif.
All New NP300 Navara-Nissan./JIBI
All New NP300 Navara-Nissan./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Di sela-sela Ekspedisi Navara Ke Tanah Rencong [20-24 Mei dinihari], yang melintasi medan yang ekstrim dan di pekatnya malam,  saya berbincang dengan General Manager Marketing Strategy dan Product Planning Nissan Motor Indonesia (NMI) Budi Nur Mukmin. Lelaki yang doyan fotografi ini, seperti berkeluh kesah tentang kondisi ekonomi global dan Indonesia, yang terasa kurang asyik.

 

"Sakit ..." kira-kira demikian kesimpulannya. Pasalnya, industri otomotif yang pada tahun lalu cukup kinclong, kini rada gimana gitu. "Terkoreksi," katanya terkait pertumbuhan industri itu. Kondisi ekonomi saat ini, gamblangnya, bakal 'menampar'  industri otomotif di Indonesia. 

 

Boleh jadi. Meskipun masih ada tanda-tanda bakal membaik di penghujung tahun, tetapi pertumbuhan itu  tetap kalah kinclong dibanding tahun lalu. Sekadar membandingkan.

 

Kondisi ekonomi dunia  saat ini memang lagi tidak dalam kondisi oke, membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut-ikutan  menjadi tidak baik. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang memasuki era sebagainegara industri baru, tidak bisa lepas dan putaran roda kegiatan ekonomiinternasional yang penuh dengan berbagai dinamika.

 

Maka, jika ekonomi dunia berkontraksi, buntutnya, membuat pertumbuhan industri otomotif pun mengalami kontraksi sejak awal tahun hingga saat ini ."Kini, [efek lesunya pertumbuhan ekonomi global] semua pemain di industri ini, kena getahnya. Target yang dicanangkan awal tahun, terkoreksi lumayan," ujar  Budi Nur Mukmin.

 

Menurut dia, pada awal tahun, sejumlah  perusahaan memproduksi kendaraan dalam jumlah yang masiv. "Ternyata, kondisi ekonomi tumbuh rendah. Permintaan pasar melemah. Akhirnya, banyak mobil tidak terjual,"  kata dia.

Kelesuan itu  terlihat dari sikap Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Secara total, penjualan mobil [awal tahun]  menurun 15,09% menjadi 182.933 unit selama Januari hingga Februari 2015.

 

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia   memprediksi penjualan mobil pada 2015 akan relatif sama dengan 2014 atau tetap pada posisi 1,2 juta unit karena pertimbangan inflasi, nilai tukar, dan suku bunga Bank Indonesia. Namun, tak lama kemudian, Gaikindo merevisi target itu. Mereka memangkas proyeksi penjualan mobil nasional tahun ini sebesar 100.000  unit, dari prediksi awal 1,2 juta unit menjadi 1,1 juta unit.  

 

Merosotnya daya beli masyarakat, yang tercermin pada penjualan otomotif kuartal I 2015, menjadi biang keladi pesimisme Gaikindo.  Lantaran  pasar otomotif  mengikuti pertumbuhan ekonomi secara nasional. Jika ada tekanan pada perekonomian nasional,  pasar otomotif akan ikut tertekan.

 

Dari catatan Gaikindo, terungkap pula,  penjualan wholesale kendaraan roda empat sebesar 282.233 unit sepanjang kuartal I 2015. Angka ini lebih rendah 15% dibandingkan dengan penjualan mobil pada periode yang sama tahun sebelumnya  sebanyak 328.500 unit.

 

Sementara itu, penjualan mobil di tingkat ritel juga menurun sebesar 15%  ke angka 257.114 unit jika dibandingkan dengan perolehan kuartal I 2014 yang mencapai 303.776 unit.

 

Perekonomian Indonesia

Awal pekan bulan ini, Kepala BPS Suryamin, mengakui pertumbuhan ekonomi Indonesia  dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang belum menggembirakan. Ekonomi Indonesia triwulan I-2015 terhadap triwulan I-2014 tumbuh 4,71%  (y-on-y). Ini melambat dibanding periode yang sama pada  2014 sebesar 5,14%. Bahkan, epada triwulan I-2015 terhadap triwulan sebelumnya turun sebesar 0,18% (q-to-q).

 

Sumber sentimen negatif yang paling berpengaruh adalah perlambatan ekonomi China dan Singapura, yang selama ini menjadi mitra dagang utama Indonesia baik ekspor maupun impor. Ekonomi China turun dari 7,4% pada kuartal III 2014 menjadi 7,0%, sedangkan Singapura turun dari 4,9% menjadi 2,1%.

 

Tak ayal, situasi itu, merambat ke industri otomotif. "Dari target penjualan [NMI] sekitar 2.000 unit, kami taksir, kini paling  1.000 - 1.500 unit saja," papar Budi.

 

Bahkan, kata dia, kini semakin banyak ATPM  --yang semula menargetkan penjualan besar dan menggenjot produksi mobil dalam jumlah besar-- akhirnya harus memberikan diskon besar-besaran hingga Rp50 juta per unit sebagai  solusi. "Jumlah mobil yang belum terjual terlalu banyak. Akhirnya, mereka   menggelar diskon besar-besaran," ujarnya.

 

"Kami, juga menggelar dikson. Tapi tidak bisa secara besar-besaran seperti yang lain. Dan, diskon tidak besar,   memang kebijakan kami. Terutama dalam upaya menjaga harga jual mobil second tetap bagus," tutur Budi, yang ikut  ekspedisi Navara di Aceh --dari Sabang hingga Banda Aceh-- sampai tuntas.

 

Budi memprediksi, kondisi ini membuat pencapaian pertumbuhan pendapatan industri otomotif tidak seperti tahun lalu.

 

Budi  sepakat dengan prediksi --terutama dari Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro--   bahwa perekonomian Indonesia  masih berpotensi mengalami pertumbuhan. Apalagi pemerintah memberikan confidence. Kemudian ada langkah pemerintah  untuk tetap mencari pertumbuhan yang di atas 5%, salah satunya dengan mengejar pencapaian target penerimaan pajak dan penyerapan anggaran yang lebih cepat pada paruh kedua tahun ini. Belanja kementerian  sudah dianggarkan dan tinggal dieksekusi. 

 

"[Namun] pertumbuhan ekonomi,   yang akan terjadi pada akhir semester II 2015,  di bawah tahun lalu," kata Budi.

 

Kebijakan Insentif

 

Sekadar gambaran, dalam upaya untuk membangun industri ototmotif, Malaysia melakukan tindakan a.l. memberikan fasilitas bebas pajak selama sepuluh tahun bagi industri yang memproduksi barang-barang yang termasuk dalam kategori “critical and high value-added parts and components”.  Kelompok produk yang termasuk dalam kategori tersebut di antaranya adalah transmission system dan brake system.

 

Thailand   memberikan insentif perpajakan yang dikaitkan dengan lokasi pabrik dari pusat kota Bangkok. Semakin jauh dari kota Bangkok, insentif yang diberikan juga semakin besar.

 

Kini, Pemerintah Indonesia  harus bergegas. Harus cepat mengimplementasikan tekadnya yang bukan sekadar mengingingkan  akan menciptakan kepercayaan pasar, tidak hanya agar investasi asing dan  siapapun masuk, yang penting semua orang tidak kehilangan harapan bahwa Indonesia masih berpotensi untuk tumbuh cukup tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper