Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kuartal I, Produksi Kendaraan Alat Berat Stagnan

Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) mencatat adanya penurunan produksi kendaraan alat berat sekitar 5% pada kuartal I/2014 dibandingkan dengan kuartal pertama tahun lalu. Karena penyusutan tak signifikan sehingga realisasi produksi dianggap stagnan.
Pengoperasian kendaraan alat berat/Bisnis
Pengoperasian kendaraan alat berat/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) mencatat adanya penurunan produksi kendaraan alat berat sekitar 5% pada kuartal I/2014 dibandingkan dengan kuartal pertama tahun lalu. Karena penyusutan tak signifikan sehingga realisasi produksi dianggap stagnan.

Selama Januari-Maret 2014, industri alat berat Tanah Air memproduksi 1.165 unit sedangkan di periode yang sama tahun lalu 1.234 unit. Total kebutuhan di lapanganpun belum bergerak dari kuartal IV/2013 masih di kisaran 2.500 unit.

Ketua Hinabi Partjojo Dewo mengatakan iklim usaha yang melingkupi industri alat berat selama 3 bulan pertama 2014 tak jauh beda dengan tahun sebelumnya. Serapan ke sektor pertambangan tetap lemah sedangkan bidang infrastruktur belum ada peningkatan berarti.

“Rasio kontribusi produk alat berat lokal terhadap kebutuhan sekitar 55% hingga 60%, sisanya dipenuhi produk impor. Maka, kami berharap pemerintahan baru bisa memberi equal treatment kepada industri lokal dengan produk impor,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (9/4/2014).

 Saat ini, produsen kendaraan alat berat di Tanah Air merasa pemerintah belum memberikan perlakuan adil untukp barang lokal dan impor. Pasalnya, pembelian alat berat dari luar negeri difasilitasi pembebasan bea masuk (bea masuk ditanggung pemerintah / BMDTP).

Di sisi lain, harga jual buatan dalam negeri sulit bersaing sebab dalam kegiatan produksi tetap membutuhkan sejumlah komponen impor. Tapi berbeda dengan impor utuh, pembelian komponen ini tetap kena pajak.

“Bisa dibilang produk impor semakin mencekik. Produk impor itu tak ada  hambatan bea masuk. Masalahnya, impor komponen yang tetap kena pajak jadinya perakitan dalam negeri lebih mahal,” ucap Partjojo.

Kendaraan alat berat impor kebanyakan berasal dari Amerika Serikat dan China. Sepanjang 2013, dari total kebutuhan sektiar 13.000 unit, kontribusi alat berat rakitan lokal cuma 6.127 unit. Padahal, total kapasitas produksi industri alat berat dalam negeri mencapai 10.000 unit per tahun.

Hinabi menyayangkan jika kondisi ini terus berlangsung ke depan karena hanya memposisikan RI sebagai lapak dagang. Oleh karena itu, pelaku usaha berharap jajaran pemerintah baru pada tahun ini mampu menggenjot pengerjaan berbagai proyek infrastruktur dan lebih berpihak kepada industri dalam negeri.

Pebisnis kendaraan alat berat menilai kontribusi penjualan terbesar datang dari sektor infrastruktur sekitar 30%, perkebunan 20% - 25%, dan pertambangan melemah menjadi 40%. Perbaikan iklim usaha diharapkan terjadi selepas Juni 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper